Vaksinasi, Jadi Harus Bagaimana?

PERINGATAN & PERHATIAN!
Artikel ini adalah untuk informasi saja. Informasi dalam tulisan ini didasarkan pada pengalaman dan pemikiran saya sendiri berdasarkan penelitian yang tersedia. Ini bukan nasihat medis. Saya bukan dokter dan saya tidak bertanggung jawab atas hal yang merugikan anda dalam bentuk apapun yang disebabkan oleh artikel ini. Konsultasikan dengan dokter anda sebelum memulai diet atau pengobatan apapun.

Polemik tentang perlu atau tidaknya vaksinasi bagi bayi merupakan masalah yang kompleks dan sensitif sejak dulu. Namun permasalahan ini kembali mencuat sejak salah satu public figure tanah air, Oki Setiana Dewi, memutuskan tidak memberi vaksin kepada anaknya dan berakhir pada terjangkitnya penyakit campak yang cukup serius.

Netizen mulai angkat bicara. Sebagian menyayangkan sikap Oki yang memutuskan tidak memberi vaksin kepada buah hatinya, sebagian lagi yang anti-vaksin mulai bingung dan mencari info yang bersebaran di media maya, dimana sayangnya masih banyak sumber dan kredibilitas informasi tersebut yang masih harus dipertanyakan kebenarannya.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa ilmu pengetahuan dan pola pikir masyarakat di Indonesia belum semuanya bisa dikatakan "baik". Masih banyak diantara mereka yang belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang "kelihatannya" benar. Belum lagi informasi di Internet mengenai ilmu pengetahuan dan kesehatan dalam bahasa Indonesia masih sangat minim. Informmasi lebih lengkap dan komprehensif tentunya lebih mudah didapat dari artikel dan jurnal ilmiah dalam bahasa inggris. Namun lagi-lagi, sayangnya masih banyak masyarakat yang belum bisa membaca jurnal artikel ilmiah berbahasa inggris dengan baik. Hal ini membuat mereka beralih ke artikel berbahasa Indonesia yang banyak ditulis dengan bahasa-bahasa "gaul" sehingga mudah dipahami, namun tentu kredibilitasnya masih perlu dipertanyakan, dimana banyak pula informasi yang ngawur dan kadaluarsa bertebaran disana.

Bagi sebagian besar umat muslim, kehalalan produk termasuk vaksin menjadi salah satu masalah yang tentunya tidak bisa disepelekan begitu saja. Beredarnya isu yang menyatakan bahwa Vaksin dibuat dari enzim babi yang merupakan hewan yang diharamkan oleh umat muslim tentu membuat khawatir. Belum lagi adanya isu bahwa vaksin merupakan propaganda atau konspirasi "elit global" yang bertujuan untuk merusak umat manusia dan mengurangi jumlah penduduk yang sering disampaikan oleh banyak Ustad-ustad ternama di Youtube. 

Benar atau tidak, itu keputusan Anda mau percaya yang mana.

Ada satu hal yang perlu Anda ketahui tentang pembuatan vaksin. Didunia abad moderen ini, ternyata masih banyak orang yang beranggapan bahwa proses pembuatan vaksin sama seperti meracik puyer dimana bagian tubuh babi diekstrak atau dihancurkan lalu dicampurkan kedalam bahan-bahan lainnya. Nyatanya, proses pembuatan vaksin jauh lebih kompleks daripada itu.

Dikutip dari majalah Nakita 22 Juli 2015, Enzim tripsi babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Setelah dibiakkan, kuman tersebut difermentasu dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin. Selanjutnya dilakukan proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.

Dikatakan pula bahwa pada proses akhir sama sekali tidak megandung babi, bahkan antigen ini sama sekali tidak bersinggungan dengan babi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Proses pembuatan vaksin lebih lengkap bisa Anda lihat disini dan disini.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa vaksin berperan dalam menyelamatkan hidup manusia dari berbagai macam penyakit yang dulu sempat menjadi wabah mematikan. Meskipun ada sisi negatifnya, tentu sangat tidak bijak dan berlebihan jika kita menganggap bahwa vaksin adalah benda haram yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Kembali kepada pertanyaan semula. Vaksinasi, jadi harus bagaimana?

Keputusan untuk memberi vaksinasi kepada buah hati tentu berada ditangan kedua orang tua. apakah Anda memutuskan untuk memberi vaksin atau tidak, itu merupakan pilihan anda. Namun sebelum memutuskan, ada baiknya Anda mempertimbangkan dan mempertanyakan beberapa poin dibawah ini.

1. Konsultasikan dengan dokter Anda tentang keputusan anda, apakah hendak vaksinasi atau tidak.
2. Jika memutuskan tidak vaksinasi, pelajari secara detail tentang penyakit-penyakit yang berpotensi muncul jika tidak vaksinasi. Meskipun kemungkinan terjangkitnya kecil dan bisa jadi hanya satu dari sejuta, apa Anda siap jika anak Andalah satu dari sejuta itu?
3. Pahami lokasi-lokasi dimana suatu penyakit berpotensi besar menjangkit wilayah tersebut. Jika ternyata lokasi tempat Anda tinggal sangat rawan akan Campak, masih yakin tidak mau vaksinasi campak?
4. Pelajari bagaimana pola hidup dan makanan bisa mencegah penyakit. Apakah hanya itu tindakan preventifnya?
5. Pelajari juga efek samping dan dampak yang mungkin timbul apabila anda memutuskan vaksinasi. Berapa lama vaksin bisa bertahan? apakah perlu vaksinasi ulang?

Karena saya bukan dokter atau orang yang bekerja di institusi kesehatan, untuk informasi yang lebih representatif dan terjamin, berikut akan saya kutip salah satu tulisan dari Dr.Tan Shot Yen yang saya ambil dari buku Sehat Sejati Yang Kodrati dimana ulasan bukunya pernah saya bahas disni.


Ini dia tanggapan Dr. Tan Shot Yen tentang vaksiniasi:

Betul bahwa pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban melindungi rakyatnya dari penyakit dan ketidakberdayaan, tapi sistem pelayanan kesehatan pun di satu sisi tidak lepas dari ketinggalan informasi dan kepentingan politis kesehatan. Hal ini sudah terjadi sejak awal abad 19, saat banyak filsuf dan pakar mengkritisi otonomi rakyat untuk menentukan apa yang menjadi hak mereka, bukan pemerintah semata-mata menguasai tubuh semua orang. 

Menjadi kritis dan berpengetahuan itu baik dan sangat dianjurkan, tanpa harus menjadi ‘parno’. Tapi yang lebih penting adalah mendapat sumber pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kemudahan komunikasi dan dunia internet, mudah pula informasi ngawur dan sudah kadaluwarsa berpindah tangan. Bahkan tanggapan- tanggapan pribadi sepihak hanya berdasarkan satu kasus seakan mampu menyamaratakan semua kasus. Menjadi konsumen kesehatan yang kritis khususnya mengenai imunisasi/vaksinasi dapat kita terapkan dengan:

1. Mendapatkan data statistik (buka internet, masuk ke website yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti kementrian kesehatan, misalnya) – ketik “prevalensi hepatitis B” (misalnya, untuk mengetahui angka kesakitan akibat infeksi hepatitis B). Belajar cari tahu pula bagaimana penyakit ini disebarkan. Apakah bayi anda juga mempunyai risiko tertular? Apakah tempat anda tinggal termasuk wilayah endemik?
2. Mencari tahu bagaimana penyakit- penyakit itu dapat dicegah. Apakah gizi baik dan memelihara kebersihan bisa dijadikan pegangan? Bagaimana lingkungan sekitar anda? Orang-orang dalam rumah yang juga ikut mengasuh anak anda? Vaksinasi selalu bicara tentang kemungkinan tertular.
3. Cari tahu pula berapa lama vaksin tersebut bertahan mampu mencegah suatu penyakit. Apakah ada celah dimana vaksin bisa gagal, dan berapa persen nilai kegagalannya.
4. Dan yang JAUH LEBIH PENTING: 

> Dapatkan lembar informasi dari perusahaan pembuat vaksin. Ini adalah hak pasien. Sebelum vaksin diberikan, mintalah pada dokter anda lembar tersebut. Bacalah dulu di rumah. Kembali lagi ke dokter untuk menanyakan apa yang tidak anda mengerti. Jangan lupa perhatikan risiko efek samping yang mungkin timbul (MUNGKIN, tidak berarti TIDAK BISA TIMBUL). Sekali pun risiko hanya 1 berbanding sejuta orang, siapa tahu Anda atau anak Anda adalah satu dari sejuta orang itu? Dan bagaimana CARA menghindari atau menyikapi bila toh risiko tersebut timbul? Jangan pernah menganggap remeh dan membiarkan dokter anda menjawab dengan enteng,”Ah, itu kan baru kemungkinan dan kecil sekali. Dibandingkan kalau anak anda tertular?”. Tertular penyakit pun baru keungkinan, bukan? Apakah bila menghindari vaksinasi berbahaya lalu pasti anak kita tertular? 
> Dalam setiap vaksinasi, simpan (atau gunting, tempelkan) stiker pada botol vaksin yang diberikan itu pada buku catatan medik pribadi anda. Ini sangat penting bila terjadi klaim atau masalah di kemudian hari. 
>Catat pula riwayat kesehatan sebelum dan sesudah pemberian vaksin. 

Semoga bermanfaat,
Salam Sehat selalu!



Disclaimer!
Semua gambar yang terdapat dalam artikel ini berasal dari Google Image.
Iklan ada di sini

Komentar

Archive

Formulir Kontak

Kirim