Stunting Dan Bukti Nyata Kemiskinan Di Indonesia


Stunting, Bukti Nyata Kemiskinan Indonesia.

Tahukah kamu bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk terpendek di dunia? Rata-rata tinggi orang Indonesia hanya sekitar  62.2 inci atau 158 sentimeter saja. Sementara negara tetangga kita di asia tenggara memiliki tinggi rata-rata 163 sentimeter.

Ini tentunya bukan fakta yang baik karena memiliki tubuh pendek bukan semata-mata masalah genetika. Ini adalah fakta nyata bahwa Indonesia memiliki masalah gizi buruk yang cukup parah hingga menjadikan Indonesia negara dengan tingkat stunting balita salah satu yang terparah didunia.

Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 bahkan menunjukkan bahwa prevalensi stunting mencapai 27,67 persen. Artinya, setiap 10 anak Indonesia, ada 3 orang di antaranya yang mengalami stunting.

Pada tahun 2017 terdapat penurunan prevalensi balita stunting di Indonesia, namun masih tinggi (29.6%). Selanjutnya pada tahun 2019 meskipun terdapat perbaikan, angka stunting masih sekitar 27.67%. Padahal rekomendasi WHO untuk mendapatkan tingkat kesehatan masyarakat yang makin baik, angka stunting harus ditekan di bawah 20% (Kompas.com Oktober 2019).

Bukan Hanya Masalah Gizi, Namun Masalah Ekonomi Dan kemiskinan

Stunting atau tumbuh kerdil bukan masalah genetika. Orang beranggapan kalau bapak-ibu nya pendek, maka anaknya pendek. Sehingga punya tubuh pendek dianggap wajar.

Meskipun ada faktor yang memang menyebabkan kegagalan tumbuh akibat genetik, namun rasionya rendah sekali, hanya sekitar 5%. Faktor terbesar stunting atau terhambatnya pertumbuhan adalah akibat kurang gizi selama masa tumbuh kembang kanak-kanak.

Kurang gizi pun bukan semata-mata karena Ibu dan Bapaknya tidak tahu tentang makanan yang sehat seimbang. Namun karena mereka tidak mampu beli makanan yang memiliki gizi sehat seimbang bagi anaknya terutama di 1000 hari pertama kelahiran anak. Ibu pun tidak mengonsumsi nutrisi yang cukup selama masa menyusui yang sangat vital.

Fakta bahwa masih banyak balita mengalami stunting dan gizi buruk menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki isu kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang cukup serius.

Stunting dan Lingkaran Setan Kemiskinan

Stunting tidak hanya menghambat tumbuh kembang anak secara fisik. Namun ada kerugian yang lebih besar daripada itu.

Penelitian menunjukkan bahwa anak yang bertubuh pendek cenderung tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan tidak memiliki rasa kompetisi di sekolah. Secara naluriah mereka akan lebih mudah merasa “takut” pada anak yang memiliki tubuh tinggi besar, sehingga mereka tidak menonjol.

Selain itu, stunting juga berdampak pada kecerdasan otak anak karena otak juga kekurangan nutrisi selama masa pertumbuhan. Anak yang mengalami stunting lebih lambat dalam proses belajar-mengajar, lemah dalam menghapal, dan sulit memainkan logika-analisis dalam otaknya.

Oleh karena itu, ilmuan banyak mengaitkan kemiskinan sebagai lingkarang setan. Anak yang lahir dalam keluarga miskin berpotensi besar hidup dalam kemiskinan juga setelahnya karena mereka tidak bisa mendapat gizi dan nutrisi yang cukup.

Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Ekonomi

Banyak media menyebutkan bahwa indonesia digadang-gadang menjadi raksasa ekonomi Asia Tenggara dan dunia karena memiliki bonus demografi berupa tenaga kerja produktif yang tinggi. Ini berita baik yang tentunya harus kita aminkan bersama.

Namun mari kita kritisi sejenak agar berita dari media ini tidak hanya jadi angin lalu semata.

Memiliki bonus demografi memang menjadi keunggulan bagi Indonesia. Namun jika banyak tenaga kerja produktif ini memiliki masalah pertumbuhan dan gizi  buruk, apakah sanggup  berkompetisi di dunia moderen seperti sekarang ini?

Untuk bisa bersaing dalam era teknologi, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dan untuk melahirkan anak yang sehat dan cerdas dibutuhkan nutrisi yang sehat, tepat dan seimbang.

Apabila stunting dan gizi buruk masih menjadi masalah besar bagi bangsa ini, tentu impian menjadi negara raksasa ekonomi  dunia akan sulit diraih.

Kelaparan Masih Menjadi Masalah Serius

Mengatasi masalah stunting dan gizi buruk lebih rumit dari kelihatannya. Karena masalah  ini tidak cukup hanya sebatas sosialisasi tenaga kesehatan perihal pentingnya gizi sehat seimbang. Yang lebih penting adalah mengatasi permasalahan ketika sebuah keluarga tidak mampu membeli makanan untuk mencukupi gizi sehat seimbang.

Protein nabati seperti tahu tempe yang bagi orang kota dinilai murah, ternyata masih banyak yang mengagapnya sebagai makanan mewah dan hanya bisa dinikmati seminggu sekali. Daging hewani apalagi. Mungkin hanya dimakan setahun sekali saat hari raya qurban.

Lebih parah dari itu, Menurut data dari Global Hunger Index 2020, Indonesia masih punya isu besar perihal mengatasi kelaparan, dimana masih banyak balita yang meninggal sebelum usia 5 tahun akibat kelaparan dan kekurangan gizi.

Tugas negeri ini masih banyak. Kerjasama dari berbagai pihak mutlak dibutuhkan untuk mengatasi permasalah ini…

 

Iklan ada di sini

Komentar

Archive

Formulir Kontak

Kirim